Sumber: Ruang-ol |
Program makan di sekolah dasar menjadi perhatian PBB karena dampak pandemi Covid-19 yang berkelindan dengan dampak konflik, perubahan iklim, dan perang di Ukraina memicu kelaparan di berbagai negara. WFP memperkirakan kondisi ini menyebabkan 349 juta penduduk di 79 negara terancam kelaparan, termasuk 153 juta anak-anak dan remaja.
Hal ini mendorong 76 kepala negara, yang dipimpin Prancis dan Finlandia, membentuk Koalisi Makanan Sekolah di tengah Konferensi Tingkat Tinggi Sistem Pangan PBB pada 2021. Prakarsa ini juga dibahas di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat, pada 24 September 2024. Saat itu Direktur Eksekutif WFP Cindy McCain mengajak Indonesia, yang diwakili Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, bergabung dengan Koalisi. “Ternyata bukan hanya Indonesia, melainkan juga ada beberapa negara yang sudah memberlakukan kebijakan tersebut,” kata Retno setelah bertemu dengan McCain di New York, seperti dikutip Antara.
Menurut laporan WFP pada September 2024, pemberian makanan di sekolah dasar merupakan cara efektif untuk memperbaiki pola makan anak sehingga membantu mereka terbiasa mengkonsumsi makanan sehat. Status gizi sangat penting bagi kesehatan dan perkembangan kognitif anak usia sekolah. WFP mencatat bahwa anak Indonesia menghadapi tiga beban ganda malnutrisi, yakni kekurangan gizi, kelebihan berat badan, dan defisiensi gizi mikro.
WFP menyokong rencana pemerintah menyediakan makan bergizi gratis untuk anak sekolah dasar. Carl Skau, Wakil Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia, menengok proyek percontohan program ini di Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada awal November 2024.
Skau mengaku terkesan akan proyek percontohan itu. “Mereka memproduksi sekitar 3.000 makanan setiap hari di tempat yang cukup kecil. Itu menunjukkan efisiensi,” ujarnya. Skau mengakui, bagi Indonesia, yang punya penduduk besar dan banyak kawasan terpencil yang sulit dijangkau, program ini merupakan “usaha yang sangat besar, yang mencakup 80 juta anak”.
WFP bersama Cargill sebenarnya menjalankan Program Gizi Anak Sekolah (Progas), yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sejak 2016. Pada mulanya program ini menyasar siswa sekolah dasar di Nusa Tenggara Timur dan Banten. Progas lalu meluas ke sebelas kabupaten di lima provinsi yang masuk peta kerawanan pangan.
Progas agak berbeda dengan program makan bergizi gratis Prabowo. Program ini tidak ditujukan untuk menggantikan sarapan atau makan siang, tapi menyediakan makanan tambahan sarapan di rumah. Program ini meliputi pendidikan gizi, penyediaan makanan bergizi, dan partisipasi masyarakat dalam menyediakan makanan, khususnya pangan lokal seperti jagung di NTT.
Setelah setahun program berjalan, pada 2017, WFP melakukan survei terhadap dampaknya di enam sekolah dasar di Serang, Banten, dan Pasuruan, Jawa Timur. Survei menunjukkan beberapa capaian dalam kesehatan anak. Misalnya banyak anak (47,7 persen) yang rutin makan tiga kali sehari dibandingkan dengan sebelumnya (24,7 persen). Jumlah anak yang sakit juga turun signifikan, dari 75,3 persen menjadi hanya 38,5 persen. Progas kemudian dianggap berhasil dan Kementerian Pendidikan melanjutkannya di berbagai daerah melalui kerja sama dengan pemerintah daerah.
Banyak negara sudah menjalankan program makanan untuk anak sekolah dasar. Carl Skau menyarankan Indonesia belajar dari negara yang berpenduduk besar, seperti India dan Brasil. India mengadakan program makan siang gratis secara nasional sejak 1995. Pada mulanya negara bagian tidak terlibat dalam program ini, tapi Mahkamah Agung kemudian memutuskan pada 2002 bahwa pemerintah negara bagian juga wajib menyediakan makan siang gratis.
Program ini kemudian menjadi Pradhan Mantri Poshan Shakti Nirman atau skema PM Poshan pada 2021. Pada tahun itu, kabinet Perdana Menteri India Narendra Modi memperpanjang program ini untuk sekolah negeri dan sekolah swasta bersubsidi hingga 2026 dengan anggaran sebesar 1,31 triliun rupe atau sekitar Rp 246,5 triliun.
PM Poshan lebih luas dari program awal, yang cuma mencakup anak usia 6-10 tahun, karena juga memasukkan anak usia 3-5 tahun. Program ini menyasar sekitar 118 juta anak sekolah di seluruh negeri.
Menurut Kementerian Pembangunan Perempuan dan Anak India pada 2021, PM Poshan telah menurunkan angka stunting anak di bawah lima tahun, dari 38,4 persen pada 2019 menjadi 35,5 persen pada 2021. Jumlah anak balita yang kurang berat badan juga turun, dari 35,8 persen menjadi 32,1 persen. Perempuan usia 15-49 tahun yang kekurangan gizi pun turun, dari 22,9 persen menjadi 18,7 persen.
WFP telah menyatakan komitmennya untuk membantu program makan siang gratis di Indonesia. Ageng Setiawan Herianto, Perwakilan Program Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) Indonesia, menuturkan, FAO dapat memberikan modal awal dan rekomendasi cara menjalankan program tersebut. “FAO adalah badan khusus teknis. Kami bukan donor, tapi kami punya dana internal untuk melakukan sesuatu lebih awal,” ujarnya kepada Tempo pada Selasa, 26 November 2024.
Ageng menekankan konsep transformasi sistem pangan pertanian yang menitikberatkan kebutuhan konsumen, bukan produsen. Menurut dia, program makan bergizi gratis perlu memperhatikan kebutuhan pangan anak-anak di setiap daerah yang berbeda-beda. Perencanaan yang tidak tepat, kata Ageng, akan berujung terbuangnya makanan siap konsumsi ataupun hilangnya bahan pangan mentah.
Pemerintah belum memikirkan kerja sama dengan organisasi internasional. Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana menyatakan saat ini lembaganya sedang berfokus mempersiapkan program makan bergizi gratis sesuai dengan arahan Presiden Prabowo. Program itu, menurut dia, akan dijalankan tanpa bergantung pada negara lain.
“Kami kerjakan semua secara mandiri dengan tidak melibatkan pihak mana pun,” ucap Dadan dalam pesan pendek kepada Tempo pada Ahad, 1 Desember 2024. Soal bantuan WFP, menurut Dadan, organisasi itu belum mengajukan proposal teknis tentang bagaimana program makan bergizi gratis akan dijalankan. [Red/TP)]